PERPUSTAKAAN KEL. BESAR H. HANDI JUNAEDI (KBHJ) ONLINE

Bersama Menggapai Cita

Rabu, 15 September 2010

Nenek Aminah, Pulang dengan Ketulusan Anak Cucunya

SAAT  mendapat status dari adikku Ade M di Grup KBHJ, sontak saya langsung memutuskan acara silaturahim tingkat KBHJ dilangsungkan di Tanjungsiang. Biasanya saya tergolong alot, minimal saya melakukan "Pooling Peserta". Bukan apa, saya tidak mau dianggap egois, otoriter atau diktator hehehe... Seperti penentuan Silaturahim sebelumnya, saya lemparkan Pooling di fb ini terlebih dahului untuk menjaring aspirasi dan usul peserta.

Saat itu tidak, saya bergerak.  Seluruh peserta keluarga besar di SMS, dan  tidak ada jawaban. Biasanya suka ada setuju atau tidak setuju. Kalau begitu OKe. Saya hubungi ibu, sebagai tokoh kunci, saat lebaran nanti ada di mana?

"Karena ayah tidak ada, Emih akan ke Tanjungsiang" kata ibu lirih. Ibu berangkat lebih dahulu, diantarkan oleh cucunya.  Kasihan nenek sudah lama terbaring lemah. Maksudnya, biar ibu punya waktu lama, soalnya esoknya ada Silaturahim keluarga Ayah di Pagaden.

Nenek Aminah, adalah ibunya ibuku, atau nenek kami. Usianya sudah udur. Bila ibuku sekarang berusia 66 tahun, dengan asumsi nenek menikah di usia 16 tahun, maka nenek diprediksi berusia 82 tahun. Satu sifat nenek yang kukagumi, ditengah keterbatasan pantang untuk bergantung pada orang lain.

Saya mengenal seorang pekerja keras dan mandiri. Nenek membesarkan anak-anaknya single parent, setelah kakek meninggal dunia saat putra-putrinya masih kecil. Dulu sewaktu saya kecil, nenek bekerja di sawah dan kebunnya. Di pinggir rumah terbuat dari bilik bambu, nenek memelihara ayam dan entog juga ikan. Saya suka dimasakin ikan langsung disirib oleh nenek. Hemh, sebongkah kebersamaan dan kenangan indah bersama nenek...

Diusianya sepuh dan ketidakberdayaan fisik, nenek diberi pikiran jernih dan daya ingat yang tinggi. Ia hapal cucu-cucunya termasuk perilaku lucu-lucu dari cucu-cucunya. Dalam kondisi lemah, nenek berusaha menjamu setyiap tamu yang datang. Sebuah teh lama tidak dimasak (maklum nenek seorang diri), mencoba diberikan sebagai penghormatan kepada tamu termasuk kami.

"Naaa, teu aya nanaonnnn atuuh. Karunya tamu teh teu disuguhaannn..." begitu logat nenek selalu kami kenang.

Dalam setahun ini kondisinya menurun. Nenek hanya bisa berbaring. Tinggal seorang diri di rumah tuanya. Untunglah, Bi Kokom, satu putra nenek rumahnya masih di sekitar kampung sana. Ia telaten merawat nenek. Begitu pun ibu, bolak-balik Bandung-Tanjungsiang turut merawat dan membiayai kehidupan sehari-hari nenek.

Hari itu, Sabtu (11/9), sehari setelah Idulfitri, rumah nenek menjadi hangat. Maklum sengaja, kami menggelar puncak silaturahim tingkat KBHJ di sini. Seluruh cucunya dari keluarga ibu berkenan hadir. Acara Silaturahim ini menjadi istimewa, kerena adik ibu (putra kedua nenek), Bi Edah dan Iman, putranya, sengaja terbang dari Sintang Via Pontianak (Kalimantan Barat) berkesempatan hadir di rumah nenek. Begitu juga saudara-saaaudara ibu, Mang Abas dan Bi Kokom ikut hadir di Tanjungsiang. Kami pun bersalaman saling bermaafan dan sungkem pada nenek.

Siangnya, aku harus menuju Pagaden karena esoknya Silaturahmi dari Keluarga Ayah (KB Madkosim) bakal digelar. Aku termasuk Ketua Acara itu. Jam 15.00, aku paling akhir pergi. Salat Asar di Cilameri, saya ketemu A Edi dan Ade Muhtar. Langsung ke Pagaden bebenah mempersiapkan sesuatu.

Esoknya Hari H (12/9) acara silaturahim sukses digelar. Hampir 100 orang menghadiri acara. Sepeninggal ayah, sesepuh berganti ke Bapak Muslim memberikan sekapur sirih sambutannya. Dilanjutkan aki eman memperkenalkan satu persatu dan Kultum oleh da'i Cilik Juara Jawa Barat, Nisa (Kelas 4 SD). Woow memukau deh... Acara dilanjutkan pengundian Doorprice, pemutaran Video Silaturahim 2008 dan Makan Bersama. (Baca Silaturahim 2010, Mengapa diBagi dua tempat?")

Jam 13.10, Ibu dan teh Dwi (menantu putra pertama) tiba di Pagaden. Selang berapa lama, ditemani sopirnya Idham, Teh Dwi bersmaa putra/inya melanjutkan perjalanan ke Bogor, dalam rombongan ini Miftahul Hikam sama isterinya ikut. Sementara Aa Didi sengaja beristirahat, karena harus ke Bangkok dan Cina, beberapa hari ke depan.

Jam 22.00, Ibu mendapat kabar bahwa nenek di Tanjungsiang meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Innalillahi wainna ilahi rajiuun, Jam itu juga, aku membangunkan istriku dan anak-anakku, untuk segera menemani ibu meluncur ke Tanjungsiang. Selama ibu ke Pagaden, nenek ditemani Bi Edah, putra dari Kalimantan dan Keluarga Mang Abas hingga menghembuskan nafas terakhirnya.

Nenek Aminah (Ma Enah) pada hari Minggu (12/9), pukul 21.30 meninggal dunia, meninggalkan 4 putra dan hampir 70 orang cucu. Bagi ibu, di tahun 2010 ini telah ditinggalkan 2 orang terdekatnya, suami (ayah kami) dan ibunya (nenek kami). Ibu sosok tegar dikenal orang sekelilingnya tempat meminta nasihat, tampak tegar dan jernih. Sebagai putra tertua nenek, ibu tampil paling depan dalam mengurusi pemakaman hingga hal-hal lainnya.


"Untungnya, panitia menggelar acara di Tanjungsiang. Nenek Aminah telah berjumpa dengan seluruh putra dan cucu-cucunya," ujar Hj. Siti Maryam, satu cucunya.

Nenek Aminah telah pergi di hari nan fitri membawa kesucian dan kesederhanaannya. Nenek sempat menyapa seluruh anak cucunya. Nenek sempat melihat kerukunan dan kekompakan diperlihatkan generasi belianya membuatnya tenang dan bangga.

Nenek yang selalu ramah menyapa dan telah melahirkan insan-insan saleh dan salihat, cucu-cucu yang memberi kontribusi bagi negeri dan masyarakat. Semoga Alloh SWT melapangkan dan menerangi alam kuburnya, mengampuni segala khilaf dan dosanya, memberi tempat terhormat dan mulya...... (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar