PERPUSTAKAAN KEL. BESAR H. HANDI JUNAEDI (KBHJ) ONLINE

Bersama Menggapai Cita

Sabtu, 14 Januari 2012

Profil: Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed, Guru Besar yang Dulu Kerap Dibekali “Tempe Sukri”

Dokumentasi cetak karya penulis

oleh : Dadan Wahyudin

Hari Jum’at, 24 Juni 2011 di Gedung Balai Pertemuan UPI Bandung, Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed bersama 5 guru besar lainnya dikukuhkan secara resmi sebagai guru besar UPI Bandung oleh Rektor UPI, Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed dilahirkan di Pagaden, Subang, 1 November 1962. Biografi dijalani sarat perjuangan dan tantangan, sekaligus refleksi buah kesederhanaan, keteguhan dan ketawakalan.

Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed
Ketika di SPG Negeri Subang tahun 1980, seorang gurunya bernama Drs. Sofyan Arlan memberi saran dan memotivasi cukup intens agar Didi melanjutkan studi ke IKIP Bandung. Ia mencermati potensi akademik alumnus Madrasah Ibtidaiyah Sirojul Islam Cikadu, Tanjungsiang dan MIN Majasari, Pagadenbaru (1969-1974) serta MTs Tarbiyatul Muta’alimin Pagadenbaru (1975-1977) cukup istimewa. Didi bukan saja mampu mempertahankan tradisi juara kelas juga mengharumkan almamater SPGN Subang hingga pentas Jawa Barat (dan Banten dulu) dengan meraih Pelajar Teladan III Tingkat SLTA se-Jawa Barat di tahun 1981.

Motivasi dan dorongan itulah membuka cakrawala Didi sekaligus memberi keberanian untuk menempuh studi lebih tinggi dari SLTA. Biasanya siswa SPG begitu lulus, langsung mengabdikan diri sebagai guru kelas di sekolah dasar di pelosok kabupaten masing-masing. Secara baik-baik, Didi berusaha meminta izin agar ayahnya memperkenankan ikut Sipenmaru 1981. Sebagai orang tua, Pak Handi dilematis, pilihan mengijinkan berarti harus melupakan pekerjaan diimpikan di depan mata, yakni diangkat PNS/Guru secara otomatis.

Pak Handi berpikir keras. Biaya kuliah di perguruan tinggi amat mahal adalah hal pertama terbayang dibenaknya. Kedua, biaya indekos. Ketiga, urusan makan, lalu buku, seragam, transport, dsb. Sungguh seesuatu tidak pernah terbersit dalam angannya. Memiki anak sekolah di SPG sebagai calon guru SD sudah dianggap anugrah luar biasa. Maklum Pak Handi masih terus “berkelahi” dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari hanya ditopang oleh penghasilannya sebagai pemangkas rambut tradisional dengan beban delapan anak satu istri. Apalagi tradisi kuliah belum familiar di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Terlalu muluk dan memaksakan atau ibarat pungguk merindukan bulan, begitulah sinisme pihak lain kerap mencibir dengan upaya ditempuh Didi waktu itu.

Profesor diwawancarai sejumlah media

Didi meyakinkan bahwa ia ingin menumpahkan kepenasaran rasa cintanya terhadap bahasa Inggris, dan “hanya” memilih jurusan ini, “tidak” tergoda untuk pilihan lain. Kalaupun tidak diterima, ia ikhlas menerimanya.

"Kau boleh sekolah sampai mentok!" angguk sang Ayah dengan bibir tergetar menahan emosi dengan rona berkaca-kaca. Di satu pihak momentum ini sebuah peluang, di sisi lain sang Ayah menyadari betapa terjal medan laga bakal dilaluinya. Pak Handi pun kerap dibuat trenyuh, seperti suatu ketika, ketiadaan ongkos pergi darmawisata di sekolahnya, Didi pun kerap urung ikut. Sentuhan kasih sayang dan motivasi sang Ibu membuatnya tegar, “Nanti kalau sudah waktunya, jangankan ke Ciater, ke Bali pun bisa kaucapai.”

Dibekali Tempe Sukri

Melalui Koran Pikiran Rakyat, nama-nama calon mahasiswa perguruan tinggi negeri diumumkan. Nama Didi Suherdi diterima di Jurusan Bahasa Inggris D2 IKIP Bandung. Keluarga orang tua Didi bahagia bercampur rasa cemas. Beruntunglah Didi memiliki beasiswa dikumpulkan dari Pikiran Rakyat sebagai Pelajar Teladan Tingkat Jawa Barat.

Untuk menghemat biaya indekos, ia indekos bersama kawan mahasiswa lainnya dikenalnya saat Ospek. Sementara biaya makan diatur dengan bergiliran membawa beras dari rumah menggunakan kantung terigu. Selama kos, Suaebah, ibunya membekalinya tempe kering yang dimasak bersama suuk dan teri (disingkat tempe sukri) sebagai menu bisa bertahan satu bulan. Nasi itu ditanak dengan cara diliwet, dengan tempe sukri, makanan pun bercita rasa untuk ukuran mahasiswa indekos. Amat jarang membeli nasi bungkus atau makanan instan seperti mi. Cara ini merupakan bagian dari survive hidup di kota besar.

Penulis bersama Prof. H. Didi dalam seminar internasional

Rupanya Allah SWT memberi jalan terbaik. Didi terpilih menjadi Ketua Hima. Saat itu Hima Bahasa Inggris mengadakan kegiatan Pekan Mahasiswa semacam bazar dan ternyata rugi mencapai hampir Rp 2 juta. Nominal angka cukup besar di saat itu. Kerugian itu harus dibayar lunas oleh Panitia. Momentum sekaligus hikmah bagi Didi. Bukan dibayar dengan uang tunai, tapi dibayar dalam bentuk lain. Yakni, seluruh mahasiswa bahasa Inggris diharuskan menerjemahkan modul-modul berbahasa Inggris oleh pimpinan proyek, dosen bahasa Inggris. Ini membuka potensi luar biasa dirinya. Mahasiswa yang hasil pekerjaan memenuhi kriteria ditetapkan hanya beberapa orang saja, termasuk Didi. Tentu dapat menambah uang sakunya.

Didi pun menyambi menjadi tenaga honorer di SMA Nusantara, Gegerkalong. Ia pun menerima privat les dan terjemahan bahasa Inggris. Cara ini ibarat sekali mendayung, dua tiga pulau terlampui. Selain menambah income, juga mengasah ketajaman kompetensi berbahasa Inggris. Tahun 1984, Didi dinobatkan sebagai “mahasiswa teladan” tingkat IKIP Bandung. Dengan nilai tertinggi, Didi termasuk kategori mahasiswa “boleh” melanjutkan ke S1 tanpa harus mengajar dulu di SMP. Tahun 1986, ia lulus S1 dan langsung mengabdikan diri di almamaternya, IKIP Bandung. 

Kisah sang Ayah, karya penulis dipesan khusus Majalah KISAH -Intisari Gramedia Grup (Volume 3 Juni 2006)


Membangun Bangsa melalui Pendidikan Bahasa

Selama menjadi dosen di UPI Bandung, Didi tercatat sebagai dosen teladan (1998) dan ketua prodi berprestasi (2010). Selain di UPI, aktif juga memberikan kuliah di perguruan tinggi lainnya, seperti: Unigal Ciamis, Universitas Suryakancana Cianjur, UIA Jakarta, dan lain-lain. Beberapa jabatan pernah diembannya Sekretaris Balai Bahasa UPI (1997-1998), Dekan FKIP Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta (2002-2006), Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (2007-sekarang), Plt. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (2011), anggota Tim Penilai Angka Kredit Dosen UPI (2007-sekarang). Selain itu aktif pada sejumlah lembaga di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional sebagai Anggota Tim Ad Hoc Penyusunan Instrumen Penilaian Buku Teks Mata Pelajaran Bahasa Inggris BSNP (2007-2009), Asesor BAN-PT (2008-sekarang), Asesor Sertifikasi Guru (2007-sekarang), Asesor Sertifikasi Dosen (2010-sekarang), dan SEAMEO MLE Fellow (2010-sekarang).

Sebagai pakar pembelajaran bahasa, Didi terlibat dunia penelitian sejak muda, baik penelitian mandiri, dengan dukungan dana pembinaan (1994, 1997, 1998) dan hibah kompetisi universitas (2003, 2004, 2007) maupun hibah kompetisi Depdiknas (1989, 1998, 2002, 2003). Hasil-hasil penelitian dan pemikirannya telah dipublikasikan melalui berbagai seminar, lokakarya, penataran, pelatihan, dan bentuk-bentuk penyebaran ilmu lainnya baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional dan modul serta buku, antara lain: “Evaluasi Pengajaran” (2002), “Classroom Discourse Analysis: A Systemiotic Approach” (2006, Revisi 2009), “Menakar Kualitas Proses Belajar-mengajar” (2007), “Mikroskop Pedagogik: Alat Analisis Proses Belajar-Mengajar” (2007 revisi 2010).

Kisah sang IBU amat inspiratif karya penulis dimuat 7 halaman penuh oleh Majalah Suara Daerah PGRI Jawa Barat Edisi 479.


Sebagai wujud kepedulian dan kecintaannya kepada pendidikan bangsa, kini Didi tengah melakukan serangkaian penelitian longitudinal di bawah tajuk besar “Membangun Bangsa melalui Pendidikan Bahasa” yang meliputi: (1) penelitian “Pengembangan Kelezatan Belajar Bahasa Inggris (PKBBI)” yang akan berlangsung selama enam tahun (2009-2015); (2) penelitian Pengembangan Keunggulan Belajar melalui “Pembelajaran Berbasis Bahasa Ibu dan Kearifan Lokal (KBPBI+KL)” yang telah dimulai persiapannya sejak awal April 2011 dan akan berlangsung selama delapan tahun (2011-2019); dan (3) penelitian “Pengembangan Pembelajaran Multi/Dwibahasa dalam Mewujudkan Sekolah Bertaraf Internasional (PPM/D SBI)” yang penelitian eksploratorisnya telah dilakukan setahun terakhir ini dan akan dilaksanakan selama tiga tahun (2011-2014). Selain itu, Didi juga tengah menyelesaikan penelitian Penerapan Model 3W+3S (Sebuah Model Pembelajaran Bahasa Asing)” yang telah ditekuninya selama lebih dari lima tahun (sejak tahun 2006) pada pembelajaran bahasa asing di tujuh program studi di FPBS.

Bersama istri, ibu, dan saudaranya

Sempat mendapatkan kesempatan memperdalam ilmu pengembangan Professional Development Schools di the Ohio State University, USA (1997), dan pendalaman Language Teaching Models di Indiana University Bloomington, USA (2000-2001). Pernah mengikuti (1) seminar tahunan American Educational Research Association di Hyatt Hotel Chicago, USA (1997), (2) American Children: A Millenial Snapshot, di Adam’s Mark Hotel Denver Colorado, USA (2000), dan (3) 35th Annual Convention and Exposition di St. Louis, Missouri Covention Hall Missouri, USA (2001) (4) 3rd International Education Conference UPSI-UPI di Kampus UPSI Malaysia (2008), (5) Regional Meeting on the Dissemination of Project Results and Identification of Good Functioning Models, di Bangkok, Thailand (2009), (6) Inaugural APEC-RELC International Seminar Language Education: An Essential for a Global Economy di RELC Hotel Singapore (2010), (7) 6th Asia TEFL International Conference bertema “Globalizing Asia: The Role of ELT”, diselenggarakan di Sanur Paradise Plaza Hotel, Bali, 1-3 Agustus 2008.

Adapun kesempatan lainnya: (8) Workshop on Raising Awareness and Building Capacity for SEAMEO MLE Trainers to Use Mother Tounge as a Bridge Language in Education SEAMEO QITEP in Language, Hotel Bumi Wiyata Depok, Indonesia July 2010, (9) Workshop on the Principles and Methods of Developing and Using Curricula and Teaching-Learning Materials for Non-Dominant Languages for SEAMEO MLE Trainers SEAMEO INNOTECH, Quezon City, Philippines, 23 August to 1 September 2010, (10) 57th TEFLIN International Conference “Revitalizing professionalism in ELT as a response to the globalized world” in Universitas Pendidikan Indonesia, 1-3 November 2010, (11) Language Planning in 21st Century: Constraints and Challenges Hotel Sari Pan Facific, Jakarta, 2-4 November 2010, (12) International Conference on Language, Education, and MDGs in Twin Towers Hotel, 9-11 November 2010, (13) Workshop on Raising Awareness and Building Capacity for SEAMEO MLE Trainers to Use Mother Tounge as a Bridge Language in Education VIP Hotel Cagayan de Oro, Philiphines, (14) Workshop on Raising Awareness and Building Capacity for SEAMEO MLE Trainers to Use Mother Tounge as a Bridge Language in Education Lane Xang HOTEL, Viantiane, Laos, December 2010, (15) British Council Symposium on RSBI/SBI di Century Park Hotel Jakarta, 9-10 Maret 2011, dan (16) SEAMEO End-of-Project Conference Royal Queen’s Park Hotel Bangkok, 23-25 February 2011.
Saat pernikahan putri ketiganya di Aula Pusdikajen AD, Lembang

Didi menikahi teman seangkatannya di FKSS IKIP Bandung, Dwi Harini, pada tahun 1984, ketika dia masih duduk di Semester V. Kini dikaruniai 5 orang putra: M. M. Luqman Abdurrohman, S.IP (Alumni FISIP UNPAD, 2009 dan kini sedang menyelesaikan program magister dalam Bidang Pendidikan Nonformal di STKIP Siliwangi Bandung), M. M. Feisal Abdullah, S.Ked. (Fakultas Kedokteran UNPAD, 2010 dan kini tengah menyelesaikan program internship di RSHS), Atqiyyah Sarah Nurilhaque (Alumni SMAN 6 Bandung), Sumayya N. Aulia-ul-haque (Siswa SMAN 1 Lembang), dan Azkiah Khodimatul Haque (Alumni SMPN 15 Bandung), serta seorang menantu Hana Hadianah, S.Pi. (Alumni FP UNPAD, 2009) dan seorang cucu, Aisha Humaira Abdurrohman.

Ucapan orang tua merupakan untaian do’a buat anaknya. Ucapan “kalau sudah waktunya, ke Bali pun kaucapai” terbukti, bukan saja berkunjung ke Bali, Didi pun mencapai mancanegara berkat kegiatan akademik dan penelitiannya. Sementara ucapan sang ayah, “boleh sekolah hingga mentok” pun menjadi kenyataan. Program Pascasarjana (S2) ditempuh Didi di Australia, tepatnya di Faculty of Education the University of Melbourne (1992-1993, Wisuda in absentia 1995). Gelar akademik tertinggi yakni Program Doktoral (S3) di UPI Bandung lulus 2005. Penghargaan tertinggi di bidang akademik sebagai guru besar (profesor) diraih berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas RI, Bambang Soedibyo (2009). Dalam pengukuhan sebagai guru besar, Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed membawakan pidato berjudul “ARTS: Seni Memutus Mata Rantai Potret Buram Pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah.” **** (Dadan Wahyudin/”SD”)

D


Dokumentasi versi Cetak

Catatan:
Dadan Wahyudin,
Adik kelima Prof. Dr. H. Didi Suherdi, M.Ed, sedang mengikuti Pendidikan Magister (S2) di Unsur Cianjur. Penulis feature yang beberapa karyanya dimuat di Kompas, PR, Intisari, Galamedia, Mangle dan Majalah Suara Daerah. Profil ini dimuat di Majalah Suara Daerah PGRI Jawa Barat, No. 476 Tahun 2011