PERPUSTAKAAN KEL. BESAR H. HANDI JUNAEDI (KBHJ) ONLINE

Bersama Menggapai Cita

Sabtu, 17 Oktober 2009

Uniknya Menabung ala Ayahku


pernah dimuat di rubrik JEDA, Majalah Intisari, PT. Gramedia, Edisi April 2004 hal 90.

Sebagai pemangkas rambut tradisional, penghasilan ayah saya tidak menentu. Bila musim paceklik, di mana petani mayoritas konsumennya tidak bisa bercocok tanam, penghasilan sangat minim. Padahal ada delapan anak dan isteri yang harus ditanggung. Mungkin karena itu, ayah sangat disiplin dan ketat dalam mengelola uang.

Diam-diam ayah menyisihkan sebagian pendapatannya ditempat yang tidak lazim. Seperti potongan ruas bambu, kaleng, dus, bahkan botol bekas. Itu pun ditaruh di tempat yang tidak mencurigakan.

Bila ada keperluan penting yang jelas resmi, biasanya ayah akan menghilang sebentar, lalu kembali dengan membawa sejumlah uang. Saya sering heran, awalnya sering bilang tidak punya uang, tetapi bila jelas alasannya, tiba-tiba ada uang pas di tangan.

Ayah pun menyisihkan sebagian pendapatannya dengan ikut arisan. Arisan amat berharga manakala suatu ketika memerlukan uang agak besar. Selain ikut arisan harian, ayah suka menabung pada tukang arisan. Caranya unik lho! Sebagai contoh, bila awalnya menabung Rp. 1.000, hari kedua ayah akan menabung Rp. 2000, Rp. 3000 dan seterusnya hingga hari ke sepuluh. Setelah itu dilanjutkan periode kedua yakni mulai Rp. 2.000 hingga hari ke sepuluh berakhir Rp. 11,000, dan seterusnya.

Tidak susah ngitungnya, Ayah?

"Kalau nabung awalnya Rp 1.000 selama sepuluh hari pasti Rp. 55.000. Periode kedua tinggal tambah Rp. 10.000 jadi Rp. 65.000 dan seterusnya," kata Ayah enteng.

Rumus ayah ini menarik. Setelah kucermati, ternyata pola tabungan ayah bisa kubuatkan formula yakni: 55x + 10x(n-1) = y, di mana x = besar seteroan awal, n = periode tabungan, 55 dan 10 adalah konstanta dan y = jumlah tabungan diperoleh.
Ayahku memang hebat...

Bila tabungan sudah agak banyak, ayah akan segera mengambilnya, takut bermasalah. Berkat kedisiplinan ayah, delapan anak ayah bisa kuliah. Dua dari tujuh sarjana itu kini tengah studi S3 di UPI Bandung. "Terima kasih Ayah!"

Penulis, Dadan Wahyudin di Bandung